Kamis, 04 November 2010

Integrasi Tumbuh Kembang Anak

Pendidikan merupakan salah satu upaya mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa dan berbudaya. Hal itu merupakan wujud konkrit pengamalan nilai-nilai agama, sosial dan budaya. Yaitu sejalan dengan apa yang tercantum dalam Al-Qur’an ”Wayashalladzina Lau Taroku Min Kholfihim Dzurriyatan Dhi’afa” Dan hendaklah kepada Allah Orang-orang yang Seandainya Meninggalkan dibelakang Mereka, anak-anak keturunan yang lemah. (Annisa :9) Maka semua fihak harus merasa terpanggil untuk melaksanakan kesepakatan (Dakar) tentang Pendidikan Untuk Semua. Termasuk di dalamnya TPA yang dikelola oleh Depang, BKB yang dibina oleh BKKBN, PAUD dibina oleh Dinas Pendidikan. Itu semua merupakan hak-hak anak.
Untuk itu penyelenggaraan pendidikan usia dini (PAUD) yang berkualitas dilaksanakan oleh beberapa lembaga perlu dilakukan pengelolaan secara terkoordinasi. Pada kenyataannya bahwa Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di duga belum terkoornidasi secara sinergis. Maka perlu dikaji secara mendalam dari aspek, Tumbuh kembang anak, mutu, koordinasi, strategi. Supaya menemukan solusi yang direkomendasikan menjadi sebuah model yang diujicobakan pada seminar dan revisi program. Untuk menjadi sebuah model yang teruji dan implementatif.
Mari kita perhatikan Laporan Review Kebijakan Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini di Indonesia, yang dirumuskan oleh Soo Hyang Choi, Chief, Section For Early Childhood and Inclusive Education Division of Basic Education, Education Sector UNESCO, menyangtakan bahwa “ Definisi secara statistic menurut pemerintah pelayanan pendidikan anak usia dini termasuk 6 pelayanan—Taman Kenak-kanak (TK), Roudotul Athfal ( RA), Kelompok Bermain ( KB), Taman Penitipan Anak (TPA), Bina Keluarga Balita (BKB), dan kelas 1 di Sekolah Dasar” ( SD) (UNESCO, 2005:10)

Kesemuanya itu ada yang termasuk dalam pengelolaan pendidikan formal dan ada yang tergolong dalam pendidikan non formal, bahkan informal. Sehingga “Pelayanan perawatan seperti yang didefinisikan oleh pemerintah, menunjuk 2 pelayan Orang Tua secara khusus—Pos Pelayanan Terpadu ( POSYANDU) dan Bina Keluarga Balita (BKB)” ( 2005 ;10) Bahkan sebelum ada kesepakatan Dakar tentang Pendidikan Untuk Semua, di Indonesia penyelenggaraannya dan pengelolaan PAUD merupakan partisipasi dan prakarsa serta swadaya masyarakat, bahkan “ Pengeluaran biaya pendidikan di Indonesia rendah (1,3% GDP) masih lebih rendah untuk pendidikan anak usia dini yang pada kenyataannya 0, karena tidak ada intervensi pemerintah, anak-anak yang memanfaatkan pelayanan PAUD yang membayar adalah berasal dari kelompok orang yang berpenghasilan tinggi. Pengeluaran biaya PAUD pada tingkat pendidikan anak usia dini hampir 100% swasta dan orang tua yang menangung beban.” (2005 : 11)
Persoalan selanjutnya bahwa antara Depdiknas, Depag, Depsos, Depkes, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN perlu diatur hubungan lintas sektor yang teintergrasi dalam sebuah sistem yang mengarah pada pencapaian PUS dalam sebuah koordinasi, karena di dalam Depdiknas itu sendiri juga ditangani oleh dua direktorat, sehingga “ Koordiniasi administrasi masih merupakan tantangan yang menakutkan.
Terutama hangatnya masalah koordinasi dua”direktorat dalam DEPDIKNAS yang menjalankan pelayanan formal dan non formal dengan jalur yang terpish. Inspeksi, pelatihan, pengembangan kurikulum dan perencanaan kebijakan terbagi dua Direktorat secara besarannya” ( 2005 : 11)
Karena masalah koordinasi pengelolaan PAUD masih merupakan persoalan besar, maka data yang berhubungan dengan pengelolaan masih perlu disinkronkan, terutama ” Data PAUD benar-benar kurang, terutama data partisipasi dari setiap jenjang usia, data keuangan dan informasi mengenai guru-guru PAUD. Metode pelaporan yang jelek menimbulkan pertanyaan mengetani kelayakan data yang dilaporkan dalam dokumen pemerintah, termasuk Rencana Aksi Naional Pendidikan Untuk Semua” ( 21005 : 12)
Melalui koordinasi yang tepat dan terintegrasi, akan nampak fungsi dan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang peduli terhadap pengelolaan dan perkembangan PAUD. Disinilah harus mulai menghindari terjadinya sentralisasi dalam desentralisasi , makanya ” Kehadiran dua Direktorat yang bertanggung jawab kepada anak usia dini di DEPDIKNAS adalah penting untuk merasionalisasi pelayanan anak usia dini, pelatihan, monitoring, evaluasi dan sisstem administrasi. Desentralisasi adalah suatu faktor untuk mempetimbangkan perubahan-perubahan pelaksanaan dan keputusan-keputusan pemerintah untuk perubahan kebijkan harus di terjemahkan ke dalam perundang-undangan untuk meyakinkan pelaksanaannya” ( 2005 : 12)
Karena pendidikan usia dini merupakan dasar berdirinya sebuah pondasi pendidikan untuk semua, maka departemen dan LPND yang terkait dengan pengelolaan, pengasuhan, pengayoman tumbuh kembang anak perlu diberi peran yang proposional dengan kondisi objektif di lapangan. Termasuk dalam pengelolaan Bina Keluarga Balita persiapan masuk sekolah ,karena ” Pendidikan Anak Usia Dini adalah perkembangan anak secara menyeluruh atau seutuhnya. Pertama persiapan anak untuk sekolah formal dipandang sebagai bagian integral dari perkembangan menyeluruh, bukan sebagai tujuan yang terisolasi. Kedua kebijakan pemerintah mengenai Penddiikan Anak Usia Dini harus memihak kepada yang miskin, memberikan ketidaksamaan sebagai prioritas. Ketiga Pendidikan Anak Usia Dini sebagai sarana meletakan pondasi untuk belajar sepanjang hayat, dan sebagai transisi dari rumah keperlayanan anak usia dini yang mana pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini ke sekolah harus mulus” ( 2005 : 15)
Kenapa pendidikan usia dini merupakan bagian penting dalam pelayanan tumbuh kembang anak. Karena ”pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologi sepanjang hidup. Misalnya, mempelajari bagaimana proses berpikir pada anak-anak usia satu, dua atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau bagaimana kepribadian seseoarang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa”( Richard M. Lerner ( 1976).
Disinilah Posyandu yang berdiri dan berkembang dari swadaya masyarakat merupakan potensi besar yang bisa dikembangkan menjadi Pusat Inforamsi Komuniksi dan Edukasi para Akseptor KB dalam ”mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenerik, yaitu mempelajari proses-proses yang mendasari perubahan-
perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi, mental manusia sepanjang rentang hidupnya ( life-span), yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati (Desmita, 2008: 3)
Diharapkan pola asuh anak yang dibina para kader PKK di posyandu bisa berkesinambungan. ” Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalammnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan dan belajar” ( Desmita, 2008: 4) Menurut Chaplin bahwa kematangan ( muturation ) adalah Perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, proses perkembangan yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies/ jenis rumpun (Chaplin :2002)
Pola pengasuhan anak melalui kegiatan PAUD diharapkan mampu membentuk kematangan anak tatkala masuk sekolah. Sehingga ”maturation biological growth processes that enable orgerly in behavior, relatively unin fluenced by experience” (Myers 1996). Disinilah pemberdayaan perempuan yang kebetulam mempunyai balita, ataupun ibu hamil bisa diberikan pemahaman tentang tumbuh kembang anak yang mengarah pada kematangan, ” Menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf. Proses kematangan ini juga sangat tergantung pada gen, karena pada saat terjadinya pembuahan, gen sudah memprogramkan potensi-potensi tertentu untuk perkembnagan mankhluk tersebut di kemudain hari. Banyak dari potensi-potensi tersebut yang sudah lengkap ketika ia dilahirkan, dan ini dapat terlihat dari perjalanan perkembangan makhluk itu secara perlahan-lahan di kemudian hari.” (Davidoff : 1988)
Kenapa penyelenggaraan kegiatan PAUD yang dibina oleh berbagai Departemen perlu dikoordinasikan secara baik, sebab “Seorang anak yang baru berusia lima tahun dianggap masih belum matang untuk menangkap masalah-masalah yang bersifat absrak, karena itu anak yang bersangkutan belum bisa diberikan matematika dan angka-angka. Pada usia sekitar empat bulan, seorang anak belum matang didudukkan, karena berdasarkan penelitian bahwa kemampuan leher dan kepalanya belum mampu untuk tegak. Usaha pemaksaan terhadap kecepatan tibanya masa kematangan yang terlalu awal akan mengakibatkan kerusakan atau kegagalan dalam perkembangan tingkah laku individu yang bersangkutan” (Desmita 2008 :7) dan sebaliknya bila bila anak tidak menapat kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya tidak akan bisa berekpresi secara bebas dan lugas bahkan anak balita yang “Kurangnya kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, akan menimbulkan kekecewaan dan sikap-sikap negatife terhadap orang lain, dan terhadap kehidupan pada umumnya. (Desmita :2008 :8)
Insya Allah dengan koordinasi pengelolaan PAUD yang terintegrasi antar sector dan antar program bisa mendorong kematangan anak persiapan masuk sekolah. Sehingga meberikan peluang peningkatan mutu pendidikan dalam hasanah pendidikan untuk semua. Hal ini sudah dimulai di Kota Sukabumi dengan dibangunnya rumah pintar dikolaborasikan dengan posyandu terintegrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar