Selasa, 30 November 2010

Penelitian Tindakan Kelas Guru

 Penelitian Tindakan Kelas Guru

PRINSIP-PRINSIP PTK
Akhir-akhir ini, Action Research menjadi populer dilakukan oleh para professional dalam upaya menyelesaikan masalah dan peningkatan mutu. Dengan demikian, Action Research selalu bermula dari suatu masalah yang terjadi dalam uatu aktivitas tertentu. Demikian juga halnya pada bidang pendidikan dan pengajaran.
Awal mulanya, Action Research yang dikembangkan oleh seorang psikolog (Kurt Lewin), dimaksud untuk mencari penyelesaian terhadap problema sosial antara lain: pengangguran, kenakalan remaja, yang berkembang di masyarakat pada waktu itu. Action Research dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problema tersebut secara sistematis. Hasil kijian ini kemudian dijadikan dasar untuk menyusun suatu rencana kerja sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanan dan rencana kerja yang telah disusun, dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang hasilnya digunakan sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada saat tahapah pelaksanaan. Hasil dari proses refleksi ini, kemudian melandasi upaya perbaikan dan penyempurnaan rencana tindakan selanjutnya.
Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, Action Research berkembang menjadi classroom Action Research (CAR) = Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebagai suatu penelitian terapan, PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan proses dan kualitas atau hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan PTK, guru dapat menemukan penyelesaikan bagi masalah yang terjadi di kelasnya sendiri, dan bukan di kelas guru yang lain. Tentu saja dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu, sebagai peneliti praktis, PTK dilaksanakan bersamaan guru melaksanakan tugas utama yaitu mengajar di dalam kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswa. Dengan demikian, PTK merupakan suatu penelitian yang melekat pada guru, yaitu mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, diharapkan guru memiliki peran ganda, yaitu sebagai praktisi dan sekaligus peneliti.

1. Tindakan dan pengamatan dalam proses penelitian yang dilakukan tidak boleh mengganggu atau menghambat kegiatan utama, misalnya bagi guru tidak boleh sampai mengorbankan kegiatan atau proses belajar mengajar. Menurut Hopkins (1993: 57-61), pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apapun metode PTK yang kebetulan diterapkan, seyogyanya tidak berdampak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar. Ada 3 hal yang dapat dikemukakan berkenaan dengan prinsip pertama ini. Pertama, dalam mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru, selalu ada kemungkinan bahwa setidak-tidaknya pada awal-awalnya hasilnya kurang memuaskan dari yang dikehendaki. Bahkan mungkin kurang dari yang diperoleh dengan “cara lama” Karena bagaimanapun tindakan perbaika tersebut masih dalam taraf dicobakan. Guru harus menggunakan pertimbangan serta tanggung jawab profesionalnya dalam menimbang-nimbang : jalan keluar” yang akan mereka tempuh dalam rangka memberikan yang terbaik kepada siswa. Kedua, iterasi dari siklus tindakan juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan pemahaman yang mendalam yang ditandai oleh kemampuan menerapkan pengetahuan yang dipelajari melalui analisis, sintesis dan evaluasi informasi, bukan terbatas dari segi tersampaikannya GBPP kepada siswa dalam rukun waktu yang telah ditentukan. Ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perancangan, dan sama sekali tidak mengacu kepada kejenuhan informasi sebagaimana lazim dipedomani dalam proses iteratif pengumpulan data penelitian kualitatif.

2.Masalah guru. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan berpijak dari tanggung jawab profesionalnya. Guru sendiri harus memiliki komitmen ini juga diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi guru untuk “bertahan” dalam pelaksanaan kegiatan yang jelas-jelas menuntut lebih dari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas mengajarnya secara rutin. Dengan kata lain, pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa. Dilihat dari sudut pandang ini, desakan untuk sekedar menyampaikan pokok bahasan sesuai dengan GBPP dapat dan perlu ditolak karena alasan profesional yang dimaksud.

3. Tidak terlalu menyita waktu. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan bagi guru, sehingga berpeluang menggangu proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus digunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru, sementara guru tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. Sebagai gambaran, penggunaan tape recorder memang akan menghasilkan rekaman yang lengkap dibanding dengan perekaman manual, namun peningkatan waktu yang diperlukan untuk mencermati data melalui pemutaran ulang mungkin akan segera terasa berlebihan. Oleh karena itu, dikembangkan teknik-teknik perekaman yang cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang cukup signifikan serta dapat dipercaya.

4. Metode dan teknik yang digunakan tidak boleh terlalu menuntut dari segi kemampuan maupun waktunya.

5. Metodologi yang digunakan harus terencana cermat, sehingga tindakan dapat dirumuskan dalam suatu hipotesis tindakan yang dapat diuji di lapangan. Guru dapat mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk “menjawab” hipotesis yang dikemukakan oleh karena itu, meskipun pada dasarnya “terpaksa” memperbolehkan “kelonggaran – kelonggaran” namun penerapan asas – asas dasar telaah taan kaidah tetap harus dipertahankan.

6. Permasalahan atau topik yang dipilih harus benar – benar nyata, menarik, mampu ditangani, dan berada dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. Peneliti harus merasa terpanggil untuk meningkatkan diri.

7. Peneliti harus tetap memperhatikan etika dan tata krama penelitian serta rambu – rambu pelaksanaan yang berlaku umum. Dalam penyelenggaraan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan para siswa, PTK juga hadir dalam suatu konteks organisasional, sehingga penyelenggaraannya pun harus mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, prakarsa PTK harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan kepada rekan – rekan dalam lembaga terkait, dilakukan sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis akademik, di samping tetap mengedepankan kemaslahatan subjek didik.

8. Kegiatan penelitian tindakan pada dasarnya harus merupakan gerakan yang berkelanjutan ( on – going ), karena skope peningkatan dan pengembangan memang menjadi tantangan sepanjang waktu.

9. Meskipun kelas, sekaligus mata pelajaran merupakan cakupan tanggung jawab bagi seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan / atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Perspektif yang lebih luas ini akan terlebih – lebih lagi terasa urgensinya, apabila dalam suatu PTK, terlibat lebih dari seorang peneliti. Dapat juga dilakukan kolaborasi di antara dua atau lebih guru dalam satu sekolah dan / atau guru dari sekolah lain, termasuk dosen LPTK.


DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research ). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Hardjodipuro, S. (1997). Action Research. Jakarta: IKIP Jakarta.
Ishaq, M. F(1997). Action Research. Malang: Depdiknas.
Mukhlis, A. (2001). Penelitian Tindakan Kelas, Konsep Dasar dan Langkah – langkah. Surabaya: Unesa.
Susilo, H. (2003). “Konsep dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan Profesi Guru dan Dosen MIPA.” Makalah Seminar Exchange Experience dan Workshop Pembelajaran MIPA Konstektual Menyongsong Implementasi KBK di Malang tanggal 9 – 12 Juli 2003.
Tim Pelatih Proyek GSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Jumat, 19 November 2010

HAND OUT ETIKA PROFESI


ETIKA PROFESI

I. Pendahuluan

Keberhasilan program pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal pendidikan itu sendiri. Faktor eksternal di antaranya karakteristik masyarakat, kondisi ekonomi, sistem politik, dan tatanan kehidupan lainnya; sedangkan faktor internal di antaranya kurikulum, sarana dan prasarana, faktor peserta didik, dan faktor pendidik. Dari berbagai hasil studi terungkap bahwa dalam sistem pendidikan, faktor pendidik merupakan faktor yang sangat penting dari keseluruhan faktor yang berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pendidikan. Mengapa demikian? Karena peranan pendidik sulit digantikan oleh yang lain, artinya jika tugas-tugas pokoknya dalam membimbing, mengasuh, mengajar, dan atau melatih anak dilakukan melalui peran-peran sebagai administrator, pekerja sosial, manajer, dan sumber belajar yang lebih luas dari pekerjaannya sebagai pendidik, maka seluruh faktor lainnya akan diberdayakan untuk kepentingan tercapainya tujuan pendidikan.
Pendidikan anak usia dini perlu penanganan yang khas dibandingkan dengan pendidikan lainnya seperti pendidikan sekolah dasar, pendidikan SLTP, dan pendidikan SLTA, karena anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan dan cara belajar yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih tua, sehingga diperlukan bimbingan yang khas pula agar anak dapat berkembang secara optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, kajian tentang profesi tenaga pendidik Pendidikan Anak Usia Dini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak.
Layanan pendidikan anak usia dini hingga saat ini sebagian besar dilakukan oleh tenaga pendidik dengan kemampuan dasar yang bervariasi. Ditinjau secara akademik tenaga-tenaga pendidik tersebut berasal dari berbagai latar belakang yang pendidikan yang masih rendah dengan tingkat kemampuan yang dapat digolongkan masih kurang profesional. Karena itu dalam rangka memperluas kesempatan dan peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini perlu dilakukan berbagai upaya penyiapan dan pengembangan tenaga pendidik yang lebih profesional baik dilihat dari kualifikasi pendidikan maupun kompetensinya. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan pendidik profesional, terlebih dahulu kita harus memahami beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apakah yang dimaksud dengan profesi? Bagaimanakah ciri-ciri profesional dalam bidang pendidikan anak usia dini? Permasalahan-permasalahan apakah yang ada dalam profesi pendidik anak usia dini? Bagaimana upaya mengatasi permasalahan profesi pendidik anak usia dini? Bagaimana upaya mengembangkan profesi pendidik anak usia dini?.
Berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, mata pelatihan ini mengajak saudara-saudara untuk menelaah dan memahami berbagai konsep dan prinsip-prinsip etika dan profesi pendidik Pendidikan Anak Usia Dini. Pada bagian berikutnya akan diuraikan materi-materi tentang hakikat profesi, profesi dalam bidang pendidikan anak usia dini, permasalahan profesi pendidik anak usia, dini, upaya mengatasi permasalahan profesi pendidik anak usia dini, serta pengembangan profesi pendidik pendidikan anak usia dini.
  
II. Deskripsi Materi

A. Hakikat Profesi

1. Pengertian Profesi

Pembahasan tentang profesi melibatkan istilah-istilah lain yang berkaitan, yaitu profesi, profesional, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas. Agar saudara-saudara dapat memahami perbedaan diantara istilah-istilah tersebut, pada bagian ini akan dijelaskan secara singkat pengertian-pengertian profesi, profesional, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas.
Istilah “profesi” menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut. Secara teori, suatu profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan dididik atau disiapkan untuk menekuni pekerjaan tersebut. Profesi sebagai dokter tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak dilatih atau tidak pemperoleh pengalaman pendidikan kedokteran; profesi sebagai perawat tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memperoleh pendidikan keperawatan, profesi sebagai polisi tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memperoleh pelatihan dan pendidikan kepolisian, demikian pula profesi sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memperoleh pendidikan keguruan. Dan secara lebih khusus, profesi sebagai pendidik anak usia dini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bidang pendidikan anak usia dini.
Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya. Misalnya, “dia sangat profesional dalam melakukan tugasnya sebagai tutor kelompok bermain”; akan tetapi bisa juga menunjuk pada orangnya. “dia seorang profesional” (apakah sebagai dokter, jaksa, hakim, insinyur, atau guru). Profesionalisasi mengacu pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional melalui pendidikan prajabatan dan atau dalam jabatan. Pendidikan prajabatan adalah upaya mempersiapkan sumber daya manusia sebelum mereka terjun ke dalam lapangan pekerjaan yang sesungguhnya, sedangkan pendidikan dalam jabatan adalah upaya pembinaan yang dilakukan terhadap mereka yang sudah memasuki dunia kerja sehingga kemampuannya meningkat. Misalnya penataran guru SD, pelatihan bagi tutor PAUD, dan sebagainya. Proses pendidikan ini biasanya dilakukan dalam waktu yang relative lama dan intensif.
Profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau kinerja seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi. Ada yang tingkat profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu pada sikap dan komitmen atau tanggung jawab anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi serta kode etik profesinya.
Pengertian profesi antara lain dikemukakan oleh Liebermann bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang diperoleh melalui latihan khusus yang memadai. Istilah latihan khusus yang memadai di sini sangat relatif karena Liberman tidak menentukan kekhususan lembaga dan jangka waktu yang tegas. Dengan demikian suatu profesi dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan formal atau non formal, begitu pula waktunya. Sementara itu Dedi Supriadi (1998:95) mengemukakan “Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut”.
Dalam literatur yang lain dikemukakan bahwa profesi adalah suatu pernyataan atau janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa profesi memiliki makna:
a. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan
b. Profesi adalah suatu pernyataan atau janji terbuka
b. Profesi mengandung unsur pengabdian,
Menurut World Confederation of Organization for Teaching Profession (WCOTP), profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan yang relatif lama dan khusus pada tingkat pendidikan tinggi yang pelaksanaannya diatur oleh kode etik tersendiri, dan menuntut tingkat kearifan atau kesadaran serta pertimbangan pribadi yang tingi.
Berdasarkan pernnyataan WCOTP, batasan tentang profesi tampaknya lebih akademis dan formal, karena suatu pekerjaan sebagai sebuah profesi harus diperoleh melalui jenjang pendidikan tinggi yang dilaksanakan dalam waktu yang relatif lama, memiliki kode etik.

2. Ciri-ciri Profesi

Untuk memahami apakah suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu profesi atau tidak, kita perlu memahami ciri-ciri profesi tersebut. Terdapat berbagai ciri-ciri profesi yang dikemukakan oleh para ahli. Liberman misalnya mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut:

a. Jabatan tersebut harus merupakan suatu layanan yang khas dan esensial serta dengan jelas dapat dibedakan dari jabatan lain.

b. Untuk pelaksanaannya tidak sekedar diperlukan keterampilan (skills) tetapi juga kemampuan intelektual.

c. Diperlukan suatu masa studi dan latihan khusus yang cukup lama.

d. Para praktisinya secara individual atau kelompok memiliki otonomi dalam bidangnya.

e. Tindakan dan keputusannya dapat diterima oleh para praktisi yang bertangung jawab.

f. Layanan tersebut tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tetapi sebuah pengabdian

g. Memiliki suatu kode etik

World Confederation of Organization for Teaching Profession (WCOTP), secara mengemukakan cirri-ciri profesi sebagai berikut:

a. Profesi adalah panggilan jiwa

b. Fungsinya telah terumuskan dengan jelas

c. Menetapkan persyaratan-persyaratan minimal untuk dapat melakukannya (kualifikasi pendidikan, pengalaman, keterampilan)

d. Mengenakan disiplin kepada seluruh anggotanya dan biasanya bebas dari campur tangan kekuasaan luar.

e. Berusaha meningkatkan status ekonomi dan sosial para anggotanya.

f. Terbentuk dari disiplin intelektual masyarakat terpelajar dengan anggota-anggota dan terorganisasi
Mencermati ciri-ciri profesi sebagaimana diuraikan di atas, maka profesi adalah suatu pekerjaan yang mempunyai manfaat sosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Profesi didukung oelh suatu disiplin ilmu dan disiplin intelektual masyarakat terpelajar. Dalam profesi juga ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sangsi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Kode etik tersebut merupakan standar moral atau standar tingkah laku yang dikenakan pada semua anggota profesi yang bersangkutan. Sebagai contoh profesi guru di Indonesia juga memiliki Kode Etik Guru Indonesia.
Sebagai konsekuensi dari layanan dan pengabdian yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan ataupun kelompok berhak memperoleh imbalan financial, namun imbalan hal tersebut bukanlah tujuan utama. Dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional dan kesejahteraan para anggotanyanya, profesi juga memiliki wadah yang dapat menampung aspirasi, serta menghimpun suatu kekuatan anggota-anggotanya, yang disebut organisasi. Profesi guru di Indonsia memiliki organisasi PGRI, IGTKI, saat ini juga ada HIMPAUDI.

3. Status Profesi Guru

Status guru adalah martabat atau kedudukan guru yang dapat dilihat dari status akademik, status ekonomi, dan status organisasi.

a. Status Akademik:

Status akademik dapat diartikan bahwa martabat dan kedudukan guru dilihat persyaratan formal dan persyaratan substansial yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan. Persyaratan formal berkaitan dengan latar belakang atau kualifikasi pendidikan guru tersebut, apakah guru tersebut berpendidikan SD, SLTP. SLTA, atau perguruan tinggi jenjang Diploma, 7
S1, S2, atau S3 misalnya. Atau berapa banyak jenis pendidikan dan latihan yang telah diikuti oleh guru tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan guru dan semakin banyak jenis pendidikan dan latihan yang pernah diikuti, maka semakin tinggi pula status akademik guru tersebut.
Persyaratan substansial berkaitan dengan tingkat kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh guru tersebut. Misalnya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, setiap guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Semakin mampu menunjukkan kompetensi-kompetensi dimaksud secara nyata dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru, maka semakin profesional pula guru tersebut. Berdasarkan kedua persyaratan tersebut, maka seorang guru tidak cukup berlatar belakang pendidikan yang tinggi tetapi juga harus didukung oleh tingkat kemampuan yang ditampilkannya. Demikian pula seorang guru kemampuan yang dimiliki harus ditopang oleh latar belakang pendidikan yang sesuai dan memadai.

b. Status Ekonomi

Status ekonomi dapat diartikan bahwa martabat dan kedudukan guru dilihat dari penghasilan dan penghargaan yang diterimanya serta tingkat kesejahteraan yang dirasakan oleh pendidik itu sendiri. Status ekonomi ini sangat penting karena melibatkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia yang dasar, yaitu kebutuhan pangan, kebutuhan sandang, dan kebutuhan papan atau perumahan. Akan tetapi tidak berarti bahwa kebutuhan manusia hanya meliputi kebutuhan dasar tersebut. A.H Maslow manusia mempunyai kebutuhan dasar yang urutannya sebagai berikut:

1) Kebutuhan fisiolgis yang pokok

2) Kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman

3) Kebutuhan bergaul dengan sesamanya

4) Kebutuhan akan harga diri dan berposisi, dan

5) Kebutuhan untuk mewujudkan diri.

Status ekonomi terutama berkaitan dengan kebutuhan pertama dan kedua dalam urutan dan tingkat kebutuhan menurut Maslow. Hal yang perlu diperhatikan dalam menilai status ekonomi suatu profesi yang berkenaan dengan penghasilan, tidak hanya dilihat dari besarnya penghasilan yang diterimanya, tetapi juga perlu disesuaikan dengan standar kehidupan yang berlaku di suatu tempat dan kurun waktu tertentu. Penghasilan yang diterima guru, misalnya diperoleh dari gaji pokok, jenis tunjangan-tunjangan yang meliputi tunjangan suami/istri, tunjangan anak, tunjangan fungsional, dan tunjangan profesi. Di samping itu status ekonomi juga dapat dilihat dari fasilitas yang diterima oleh guru, misalnya hak cuti, hak mendapatkan asuransi kesehatan, hak mendapatkan pensiun, mendapatkan santunan kecelakaan dalam dan arena menjalankan tugas dan sebagainya. Apakah secara ekonomi para pendidik di kita sudah mendapatkan penghasilan, fasilitas dan penghargaan yang memadai? Ini adalah sebuah pertanyaan yang perlu direnungkan oleh kita bersama.

c. Status Organisasi

Martabat dan kedudukan guru dilihat dari eksistensi organisasi profesinya. Untuk melihat apakah suatu organisasi profesi itu eksis atau tidak kita dapat melihatnya berdasarkan dua criteria, ayitu criteria intern dan kriteria ekstern. Kriteria intern berkaitan dengan otonomi organisasi, yaitu keutuhan dan kemampuan organisasi profesi tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, misalnya meningkatkan kesejahteraan para anggotanya baik kesejahteraan lahir maupun kesejahteraan batin. Kesejahteraan lahir misalnya berkaitan dengan kemampuan organisasi profesi tersebut untuk meningkatkan penghasilan, sedangn organisasi profesi tersebut menjadi wadah untuk menampung aspirasi para anggotanya. Kriteria ekstern berkenaan dengan kemampuan organisasi profesi untuk melaksanakan fungsinya terhadap lingkungan. Misalnya kemampuannya untuk turut serta memberikan kontribusi tentang kebijakan-kebijakan pendidikan, serta kemampuan melaksanakan kerja sama dengan organisasi profesi lainnya baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

B. Profesi Tenaga Pendidik Anak Usia Dini

1. Ciri-ciri Profesional dalam Pendidikan Anak usia Dini

Berdasarkan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Mengacu pada pasal tersebut, maka yang dimaksud dengan tenaga pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini/program PAUD adalah mereka yang bertugas memfasilitasi proses pengasuhan dan pembelajaran pada anak usia dini pada program/lembaga PAUD, baik pada jalur pendidikan formal maupun non formal, serta memiliki komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini (Hasil Perumusan Semiloka Nasional PAUD, 2003:19).
Berdasarkan rumusan di atas, jelas bahwa agar pendidikan anak usia dini lebih bermutu maka harus ditangani oleh tenaga pendidik yang profesional. Tugas dan pekerjaan membimbing anak usia dini yang profesional tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, tetapi harus dilakukan oleh pendidik yang profesional pula. Bagaimana karakteristik tenaga pendidik yang profesional itu? Janice Beaty (1994) mengemukakan bahawa tenaga pendidik anak usia dini yang profesional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki komitmen terhadap profesinya

Seorang pendidik anak usia dini yang profesional harus memiliki komitmen atau tanggung jawab yang besar terhadap tugas dan pekerjaannya. Komitmen atau tanggung jawab tersebut antara lain ditunjukkan dengan mendahulukan kepentingan anak yang menjadi asuhannya dari pada mendahulukan kepentingan pribadinya. Misalnya setelah selesai mengajar di sebuah kelompok bermain, seorang guru bermaksud akan menghadiri seminar, tetapi tiba-tiba ada orang tua anak yang mau berkonsultasi dengan guru itu berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi anaknya. Seorang pendidik yang profesional pasti akan mendahulukan untuk melayani orang tua anak sebelum menghadiri seminar yang te;ah direncanakannya.

b. Berperilaku etis

Pendidik anak usia dini harus berperilaku etis atau sopan dan santun terhadap anak dan keluarganya di mana pun dan kapan pun. Misalnya seorang guru anak usia dini tidak menceriterakan kelemahan-kelemahan anak kepada orang tuanya di hadapan anak itu sendiri, atau menceriterakan kekurangan seorang anak kepada anak lain. Demikian pula seorang guru anak usia dini harus berperilaku sopan dan santun terhadap keluarga anak itu sendiri. Misalnya tidak menceriterakan kelemahan orang tua anak kepada orang tua anak yang lain. Dengan demikian pendidik anak usia dini harus bisa menjaga rahasia dan menghargai anak dan keluarganya, sehingga mereka merasa nyaman.

c. Memiliki dasar pengetahuan dalam bidangnya

Pendidik anak usia dini harus memiliki dasar-dasar pengetahuan di bidang yang menjadi tugas dan pekerjaannya. Dasar-dasar pengetahuan yang harus dimiliki oleh pendidik anak usia dini antara lain: pengetahuan tentang perkembangan dan cara belajar anak, strategi pembelajaran anak usia dini, evaluasi perkembangan anak, pengetahuan tentang kesehatan dan gizi anak, alat permainan dan sumber belajar bagi anak, kurikulum anak usia dini, dan sebagainya. Tanpa memiliki dasar pengetahuan yang emadai, seorang pendidikan anak usia dini tidak mungkin dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Semua jenis pengetahuan tersebut akan memperluas wawasan guru

d. Telah memperoleh dan menyelesaikan beberapa bentuk pelatihan

Pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan anak usia dini sangat penting diikuti oleh pendidik anak usia dini, karena hal ini akan menambah dan memperluas wawasan dan keterampilan yang menjadi bidang tugasnya. Upaya memperluas dan meningkatkan wawasan dan keterampilan tersebut dapat dilakukan melalui jalur formal maupun jalur non formal. Apalagi saat ini pendidikan anak usia dini mulai mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan masyarakat sehingga pendidikan dan latihan, forum-forum seminar, dan lokakarya juga banyak diselenggarakan. Hal ini sebaiknya menjadi jalan bagi pendidik anak usia dini untuk selalu terus meningkatkan kemampuannya.

e. Telah memberikan berbagai bentuk layanan pendidikan anak usia dini

Pendidik anak usia dini yang profesional tidak hanya memiliki pengalaman pendidikan dan latihan, tetapi juga telah memberikan layanan yang berkaitan dengan pendidikan anak usai dini. Misalnya sebagai tutor kelompok bermain, sebagai pengelola PAUD, sebagai konsultan, pemerhati anak, dan sebagainya.
Di samping ciri-ciri di atas, kita perlu juga memperhatikan kebijakan pemerintah berkaitan dengan tenaga pendidik anak usia dini. Pasal 29 ayat 1 Standar Nasional Pendidikan mempersyaratkan bahwa tenaga pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1).
b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan



c. Sertifikat profesi guru untuk PAUD

Ayat di atas menunjukkan bahwa saat ini pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini, sebab pengalaman pendidikan pada masa usia dini akan menjadi dasar bagi pendidikan pada tahap-tahap selanjutnya.

2. Kompetensi Tenaga Pendidik Anak Usia Dini

Untuk menjadi pendidik yang profesional di bidang pendidikan anak usia dini terdapat berbagai kompetensi yang harus dimiliki. Apakah yang dimaksud dengan kompetensi? “Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual” (Kurikulum 2004). Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 3, kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

a. Kompetensi Pedagogik

b. Kompetensi Kepribadian

c. Kompetensi Profesional

d. Kompetensi Sosial


a. Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kemampuan tenaga pendidik untuk menjadi teladan bagi anak, kemampuan menginternalisasikan nilai-nilai dalam tindakannya, menjadikan kasih sayang sebagai dasar dalam mendidik anak, memiliki tanggung jawab
yang tinggi terhadap anak, menampilkan hubungan kewibawaan antara dirinya dengan anak didi.


b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan pendidik untuk menampilkan pribadinya secara utuh, antara lain meliputi

1) Siap mendengarkan anak untuk memahami keluhan dan perasannya

2) Menggunakan komunikasi personal baik secara lisan (verbal (lisan) maupun dengan tindakan (non verbal) melindungi anak tanpa mengorbankan spontanitas dan kegembiraannya

3) Menghargai perbedaan dan keunikan anak, serta tanggap terhadap kesulitan yang dihadapi anak

4) Memiliki kepedulian, sikap empati, responsife, mampu memberi dorongan dan semangat kepada anak

5) Sabar dalam menghadapi setiap kesulitan

6) Membawa humor dan imajinasi ke dalam kelompok anak

7) Bertanggung jawab untuk memaksimalkan potensi anak dan keluarganya.


c. Kompetensi profesional adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus ditampilkan pendidik dalam melaksanakan tugasnya secara khusus sebagai pendidik anak usia dini. Kompetensi ini antara lain meliputi:

1) Mengetahui dan mamahami karakteristik kebutuhan dan perkembangan anak, serta mampu menerapkannya dalam praktek

2) Memiliki berbagai pengetahuan dalam bidang pendidikan anak usia dini

3) Mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan cara belajar anak

4) Menggunakan pengetahuan tentang perkembangan anak untuk menciptakan lingkungan dan iklim belajar yang kondusif dan menantang

5) Merencanakan dan melaksanakan kurikulum yang berorientasi perkembangan (fisik-motorik, sosial-emosi, kognitif, kreavitas, bahasa)

6) Memahami tujuan dan manfaat penilaian bagi perkembangan anak

7) Memahami dan mampu mempraktekkan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bermitra dengan keluarga dan profesi lain

8) Menggunakan berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak

9) Mengembangkan kurikulum yang bermakna dan sesuai dengan karakteristik perkembangan dan kebutuhan anak

10) Bersikap kreatif, inovatif dan terbuka terhadap ide-ide baru.


d. Kompetensi sosial antara lain meliputi:

1) Memahami anak dalam konteks keluarga, budaya, dan masyarakatnya

2) Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga dan masyarakat

3) Mendukung dan memberdayakan keluarga dan masyarakat melalui hubungan timbale balik yang saling menghargai

4) Melibatkan keluarga dan masyarakat dalam mendukung perkembangan dan belajar anak

5) Mampu berkomunikasi, bekerja sama serta memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Dalam prakteknya, tentu saja keempat jenis komptensi tersebut satu sama lain tidak dapat dipisahkan, akan tetapi merupakan suatu kesatuan yang integral dan utuh yang harus terinternalisasi dalam diri pendidik.
Di samping kompetensi-kompetensi sebagaimana dikemukakan di atas, menurut Janice (1994) pendidik anak usia dini perlu memiliki sejumlah keterampilan sebagai berikut:

a. Memelihara keselamatan kelas

b. Memelihara kesehatan kelas

c. Menata atau mengelola lingkungan belajar

d. Meningkatkan keterampilan fisik

e. Meningkatkan keterampilan kognitif (daya pikir)

f. Meningkatkan keterampilan kreatif (daya cipta)

g. Meningkatkan keterampilan sosial

h. Meningkatkan keterampilan komunikasi

i. Mengembangkan konsep diri yang positif

j. Memberikan bimbingan

k. Mengelola program

l. Meningkatkan keterlibatan keluarga

m. Meningkatkan profesionalisme


C. Permasalahan Profesi Pendidik PAUD

Pendidikan anak usia dini memegang posisi yang sangat mendasar, karena pendidikan pada masa ini memberikan pengaruh yang sangat membekas pada perkembangan anak di fase-fase selanjutnya. Karena itu pendidikan anak usia dini perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak. Sayangnya masih banyak permasalahan yang harus ditangani secara serius. Berkaitan dengan profesi tenaga pendidik PAUD ada beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian antara lain: 16

1. Masih sangat terbatasnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk anak usia dini. Sementara jumlah anak usia dini yang belum tersentuh oleh layanan pendidikan anak usia dini pun masih banyak. Sampai tahun 2001 jumlah mereka (anak usia 0-6 tahun) yang belum terlayani diperkirakan sebanyak 19 juta anak atau 73% (EFA Indonesia 2001).


2. Kualifikasi pendidikan tenaga pendidik yang sudah ada relatif masih belum memenuhi persyaratan. Layanan-layanan PAUD sebagian besar dilakukan oleh tenaga pendidik dengan kualifikasi pendidikan dengan kemampuan dasar yang bervariasi. Di lihat dari latar belakang pendidikan masih banyak tenaga pendidik anak usia dini (khususnya PAUD non formal yang berlatar belakang pendidikan SLTA ke bawah), sementara Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mempersyaratkan bahwa pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1). Dengan demikian tenaga pendidik anak usia dini masih perlu ditingkatkan kualifikasinya sampai memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan.

Rendahnya kualitas kemampuan tenaga pendidik anak usia dini ini berimplikasi terhadap rendahnya kualitas pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan di lembaga-lembaga PAUD. Sebagai contoh hingga saat ini masih terjadi praktik-praktik pendidikan anak usia dini yang dipandang kurang tepat sehingga menimbulkan banyak kritik. Misalnya pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran yang terlalu akademis, terstruktur dan kaku; atau kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan pada membaca, menulis, dan berhitung; sementara di sisin lain masih banyak aspek perkembangan anak yang belum mendapatkan perhatian yang seimbang seperti pengembangan kreativitas, kemandirian, pengembangan konsep diri yang positif, pengendalian diri, serta perilaku-perilaku positif lainnya.
Terjadinya kekeliruan dalam praktek pendidikan dan pembelajaran pada lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini ini, antara lain disebabkan karena begitu tingginya tuntutan dan tekanan faktor lingkungan terutama orang tua dan masyarakat serta masih kurangnya pemahaman dan pandangan para pendidik sendiri tentang makna pendidikan anak usia dini. Masyarakat memandang bahwa pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang diselenggarakan sebagai penyiapan sekolah dasar, sehingga dengan pandangannya seperti itu pendidikan anak usia dini lebih berfungsi sebagai penyiapan anak untuk menguasai keterampilan membaca, menulis, dan berhitung.

3. Seiring dengan masih rendahnya kualifikasi dan kemampuan tenaga pendidik anak usia dini, penghargaan masyarakat terhadap pendidik PAUD sebagai suatu profesi pun belum menggembirakan. Bahkan masih adanya kecenderungan anggapan bahwa mengajar di lembaga PAUD adalah pekerjaan yang gampang, sehingga dapat dilakukan oleh siapa pun, yang penting ada kemauan. Akibatnya pekerjaan sebagai pendidik PAUD dipandang sebagai pekerjaan yang dapat dibayar dengan murah.


4. Masih terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi khusus untuk pendidikan anak usia dini dan terbatasnya penelitian di bidang pendidikan ini. Perguruan Tinggi di Indonesia yang pernah menyelenggarakan program Diploma II PGTK saat ini sedang mengalami masa transisi berkaitan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mempersyaratkan tenaga pendidik anak usia dini minimal harus berkualifikasi pendidikan S-1 dari program studi yang relevan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sudah mengeluarkan rambu-rambu penyelenggaraan Pembukaan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD). Ini memberikan peluang pada Perguruan Tinggi yang telah menyelenggarakan pendidikan diploma dua (D-II) PGTK untuk mengubah namanya, sehingga lulusannya tidak hanya terbatas untuk memasuki lapangan pekerjaan di lembaga PAUD formal (TK dan RA) tetapi juga merambah ke PAUD non formal.


5. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik PAUD masih terbatas dan masih kurang intensif. Dibandingkan dengan lembaga-lembaga PAUD formal (TK dan RA), keberadaan lembaga PAUD non formal relatif masih muda, karena pelaksanaan PAUD non formal secara kelembagaan baru dimulai pada tahun 2001 dengan dibukanya Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) yang ada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (Ditjen PLSP). Pada tahun 1999 IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia) pernah diberi kepercayaan untuk mendidik sejumlah 108 calon guru PAUD non formal melalui pendidikan Program D-II PGTK, dan setelah lulus mereka ditempatkan di daerahnya masing-masing (Pandeglang, Tangerang, Indramayu, dan Lebak) untuk menjadi tenaga pendidik PAUD non formal (Kelompok Bermain).


6. HIMPAUDI sebagai salah wadah yang dapat menampung aspirasi tenaga pendidik PAUD, belum menjadi organisasi profesional yang kokoh dan kuat. Hal ini dapat dimaklumi karena usianya yang relatif masih baru.

Penampilan masalah-masalah tersebut diharapkan dapat menyadarkan kita semua, agar kita semua berupaya mengatasinya.

D. Upaya Mengatasi Permasalahan Profesi Pendidik PAUD

Pada bagian sebelumnya anda telah membaca uraian tentang permasalahan profesi tenaga pendidik PAUD. Pada bagian ini anda diajak untuk mencermati bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Permasalahan profesi pendidik pendidikan anak usia dini terutama berkaitan dengan kuantitas (jumlah), kualitas (mutu), relevansi (kesesuaian antara keahlian dengan kebutuhan lapangan) baik menyangkut kuantitas, kualifikasi pendidikan, maupun kualitasnya, penyelenggaraan pendidikan prajabatan, dan penyelenggaraan pendidikan dalam jabatan, serta masalah organisasi profesi PAUD. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut adalah:

1. Memberdayakan sumber daya manusia yang potensial yang ada di daerah setempat. Latar belakang pendidikan calon pendidik juga harus menjadi pertimbangan, karena penanganan anak usia dini yang berkualitas tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Yang berlatar belakang pendidikan sarjana mungkin masih sangat langka, karena itu warga masyarakat yang berpendidikan SLTA dapat menjadi prioritas, yang penting mereka punya keinginan dan motivasi untuk memajukan pendidikan anak usia dini di daerahnya. Namun sebelum terjun mejadi pendidik, mereka perlu mendapatkan pelatihan yang intensif sehingga mereka memiliki bekal untuk bekerja di bidang tersebut.


2. Untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan pendidik yang saat ini sudah menekuni bidang pendidikan anak usia dini, perlu ada penyenggaraan pendidikan dan latihan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Pendidikan dan latihan tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memiliki program studi yang relevan, Misalnya PG PAUD.

3. Berkaitan dengan masih rendahnya penghargaan masyarakat terhadap pendidik PAUD, hendaknya pemerintah memfasilitasi dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para tenaga pendidik tersebut untuk dapat meningkatkan kualifikasinya melalui jenjang pendidikan S1 dalam program studi yang relevan. Dengan adanya peningkatan kualifikasi pendidikan ini, maka tenaga pendidik PAUD memiliki posisi yang sejajar dengan tenaga pendidik pada jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SD, SLTP, PAUD formal yang pada gilirannya akan meningkatkan pengakuan dan penghargaan masyarakat terhadap mereka. Peningkatan kualifikasi pendidikan tersebut tentu harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang lebih layak.


4. Dalam kaitannya dengan masih terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus pendidikan anak usia dini, pemerintah hendaknya memberikan peluang yang lebih besar dan mempermudah perizinan pembukaan program studi pendidikan anak usia dini. Dengan dibukanya peluang ini maka akses warga masyarakat khususnya lulusan SLTA untuk memasuki program studi pendidikan anak usia dini akan semakin mudah. Disamping membuka program regular, LPTK pun hendaknya diberi peluang untuk membuka program non regular, mislanya “dual modes” (sistem pembelajaran melalui dua cara yaitu modul dan tutorial).


5. Pendidikan dan pelatihan berjenjang merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan tenaga pendidik PAUD. Namun tentu saja penyelenggaraan pendidikan jenis ini harus setara dengan penyelenggaraan jenjang S1 reguler baik dari substansi programnya maupun dari bobot atau jam pelatihannya sehingga keikutsertaan mereka dalam pendidikan dan pelatihan ini dapat dipertanggungjawabkan jika mereka akan mengikuti studi lanjut dalam jalur pendidikan formal.

6. Perlu ada sosialisasi yang lebih luas dan intensif tentang organisasi profesi PAUD kepada para pendidik PAUD (formal dan non formal), sehingga keberadaan organisasi ini dapat memberdayakan dan mengeksistensikan mereka secara optimal.


E. Upaya Pengembangan Profesi Pendidikan PAUD

Pengembangan profesi tenaga pendidik PAUD secara garis besar dapat dilakukan melalui dua macam jalur, yaitu jalur individual, dan jalur kelembagaan. Jalur individual adalah usaha pengembangan profesi yang dilakukan oleh setiap orang baik secara langsung maupun tidak langsung melaksanakan pekerjaan dan tugas sebagai pendidik (guru, tutor, fasilitator atau sebutan lainnya). Sedangkan jalur kelembagaan adalah upaya pengembangan profesi pendidik PAUD yang diselenggarakan melalui lembaga pendidikan formal, non formal, dan organisasi profesi.

1. Pengembangan melalui jalur individual

Upaya-upaya individual yang dapat dilakukan pendidik PAUD dalam mengembangkan kemampuan profesional, antara lain dengan jalan:

a. Belajar mencintai pekerjaan sebagai pendidik (guru, tutor, fasilitator). Ini berarti bahwa guru belajar mencari hal-hal yang positif dari pekerjaannya sebagai pendidik, kemudian mensyukuri pekerjaan tersebut. Mencintai pekerjaan dapat terjadi bila kita merasa dekat dan akrab dengan pekerjaan itu, lalu menghayati makna pekerjaan itu bagi diri sendiri, bagi anak didik, bagi masyarakat dan bagi agama.


b. Membaca majalah, jurnal, artikel, dan surat kabar yang relevan dengan pendidikan anak usia dini. Kehidupan mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam segala bidang termasuk bidang pendidikan. Karena itu agar para pendidik tidak tertinggal oleh perkembangan dunia pendidikan anak usia dini, maka pendidik perlu mengikuti perkembangan tersebut secara kritis dengan jalan membaca sumber-sumber bacaan yang tepat.

c. Belajar melalui bekerja (learning by doing). Ini adalah cara yang sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan profesional. Melalui bekerja para pendidik memperoleh pengalaman yang berharga. Darinya para pendidik juga dapat mengkaji apakah yang kita lakukan itu sudah tepat atau belum. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat dijadikan dasar bagi para pendidik untuk memperbaiki kekeliruan dan kesalahan misalnya dalam merencanakan pembelajaran, menyajikan materi pembelajaran, menerapkan metode pembelajaran, memilih dan menggunakan media pembelajaran, serta mengevaluasi perkembangan anak. Dengan demikian ketepatan dalam bekerja dapat dijadikan dasar untuk memperkuat dan memantapkan pekerjaan tersebut.


d. Menonton film-film yang relevan dengan bidang pendidikan anak usia dini. Dewasa ini sangat banyak film-film yang dikemas dalam Video Compact Disk (VCD) atau sejenisnya yang disajikan demikian menarik. Media seperti itu dapat menambah wawasan para pendidik untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.


e. Belajar bersama kawan atau teman sejawat. Melalui pertemuan yang dapat dilakukan secara rutin dan berkala, para pendidik dapat membahas permasalahan yang ditemui di tempat kerja masing-masing. Dengan belajar bersama teman sejawat, kita juga dapat berbagi pengalaman yang berharga tentang masalah menghadapi anak, mengelola pembelajaran, menyusun program pembelajaran, dan sebagainya.


f. Belajar melalui penataran, seminar, lokakarya, dan pelatihan bidang pendidikan anak usia dini. Melalui kegiatan-kegiatan seperti ini, para pendidik dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan yang sangat penting bagi peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran anak usia dini. Hasil-hasil pelatihan-pelatihan tersebut hendaknya dicoba diterapkan sesuai dengan kondisi lembaga PAUD masing-masing, atau disosialisasikan kembali kepada teman-teman yang tidak berkesempatan mengikutinya sehingga akan memantapkan wawasan dan keterampilan kita. Di samping itu juga memberikan manfaat kepada orang lain.

g. Masuk sebagai anggota organisasi profesi, misalnya IGTKI, HIMPAUDI atau forum PAUD dan sebagainya. Melalui cara ini, para pendidik akan semakin lebih memantapkan profesinya sebagai pendidik.


2. Pengembangan Melalui Jalur Kelembagaan

Upaya-upaya pengembangan profesi pendidik PAUD non formal yang dapat dilakukan melalui jalur kelembagaan antara lain:

a. Dibukanya kesempatan yang lebih terbuka dan lebih luas bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk menyelenggarakan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak usia Dini (PG-PAUD).


b. Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan (LPTK) yang telah menyelenggarakan program studi PG-PAUD hendaknya lebih mengintensifkan pelaksanaan proses pendidikan guru. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan lebih memantapkan kurikulumnya sehingga secara konsepsional atau teoritis sesuai dengan tingkat dan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pihak lapangan.


c. Lebih mengintensifkan kerja sama antar lembaga pendidikan prajabatan/persiapan, lembaga pelatihan/penataran dan lembaga PAUD sebagai medan kerja pendidik PAUD.

d. Mengaitkan penyelenggaraan pelatihan/penataran dengan peningkatan kualifikasi pendidikan. Hasil pelatihan/penataran hendaknya dihargai seperti pendidikan persiapan, sehingga dapat dipergunakan untuk menentukan kewenangan akademis.


e. Lebih banyak melakukan penelitian yang berkaitan dengan profesi pendidik PAUD, sehingga hasil temuannya dijadikan dasar untuk lebih mengembangkan profesi pendidik PAUD tersebut.


3. Pengembangan Melalui Jalur Organisasi Profesi

Upaya-upaya yang dapat dilakukan melalui jalur organisasi profesi antara lain:

a. Secara bertahap menguatkan keanggotaan organisasi profesi pendidik PAUD non formal. Secara bijaksana dan berangsur-angsur keanggotaan organisasi profesi pendidik PAUD non formal ditingkatkan sehingga mempunyai kualifikasi pendidikan formal jenjang S1 serta kemampuan nyata yang bertingkat perguruan tinggi.

b. Secara berangsur-angsur dan bijaksana, diusahakan agar kode etik guru mampu menjiwai kehidupan profesional guru.

c. Organisasi profesi hendaknya lebih intensif untuk meningkatkan usaha memperkaya kegiatan forum-forum ilmiah yang membahas masalah-masalah profesional pendidikan anak usia dini dan upaya pemecahannya.

Demikianlah upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan profesi pendidik PAUD non formal. Mudah-mudahan uraian ini dapat memperluas pemahaman peserta pelatihan dalam rangka
mengembangkan kemampuan profesional di bidangnya.

III. Rangkuman

Pada hakikatnya profesi suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian khusus, tanggung jawab, dan kesetiaan dan pengabdian terhadap pekerjaan tersebut.
Profesi memiliki ciri-ciri: a. Suatu pekerjaan yang didasakan atas panggilan jiwa, b. Fungsinya telah terumuskan dengan jelas, c. Untuk pelaksanaannya tidak sekedar diperlukan keterampilan (skills) tetapi juga kemampuan intelektual, d. Diperlukan suatu masa studi dan latihan khusus yang cukup lama, e. Para praktisinya memiliki otonomi dalam bidangnya, f. Tindakan dan keputusannya dapat diterima oleh para praktisi yang bertangung jawab, g. Layanannya adalah suatu pengabdian, h. Memiliki suatu kode etik, dan i. memiliki organisasi profesi.
Status atau martabat dan kedudukan guru sebagai pendidik dapat dilihat dari status akademik, status ekonomi, dan status organisasi. Status akademik mempersyaratkan dua hal, yaitu persyaratan formal (latar belakang dan kualifikasi pendidikan), dan persyaratan substansial (kemmapuan). Status ekonomi berarti bahwa martabat dan kedudukan guru dilihat dari penghasilan dan penghargaan yang diterimanya serta tingkat kesejahteraan yang dirasakan oleh pendidik itu sendiri. Status organisasi berarti bahwa martabat dan kedudukan guru dilihat dari eksistensi organisasi profesinya yang mempersyaratkan kriteria intern (otonomi organisasi), dan kriteria ekstern (kemampuan organisasi profesi untuk melaksanakan fungsinya terhadap lingkungan).
Tenaga pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini/program PAUD adalah mereka yang bertugas memfasilitasi proses pengasuhan dan pembelajaran pada anak usia dini pada program/lembaga PAUD, baik pada jalur pendidikan formal maupun non formal, serta memiliki komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini.
Tenaga pendidik anak usia dini yang profesional memiliki ciri-ciri: a. Memiliki komitmen terhadap profesinya, b. Berperilaku etis atau sopan dan santun terhadap anak dan keluarganya, c. Memiliki dasar pengetahuan dalam bidangnya, d. Telah memperoleh dan menyelesaikan beberapa bentuk pelatihan, e. Telah memberikan berbagai bentuk layanan pendidikan anak usia dini.
Tenaga pendidik pada pendidikan anak usia dini harus memiliki: a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan c. Sertifikat profesi guru untuk PAUD. Di samping itu, pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi Sosial.
Pendidik anak usia dini harus memiliki sejumlah keterampilan yang meliputi: memelihara keselamatan kelas, memelihara kesehatan kelas, menata atau mengelola lingkungan belajar, meningkatkan keterampilan fisik, meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan keterampilan kreatif, meningkatkan keterampilan sosial, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, mengembangkan konsep diri yang positif, memberikan bimbingan, mengelola program, meningkatkan keterlibatan keluarga, dan meningkatkan profesionalisme.
Terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan profesi tenaga pendidik PAUD non formal, antara lain: a. Masih sangat terbatasnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk anak usia dini, b. Kualifikasi pendidikan tenaga pendidik yang sudah ada relatif masih belum memenuhi persyaratan, c. Penghargaan masyarakat terhadap pendidik PAUD sebagai suatu profesi pun belum menggembirakan, d. Masih terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus untuk pendidikan anak usia dini dan terbatasnya penelitian di bidang pendidikan ini, e. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik PAUD masih terbatas dan masih kurang intensif, f. organisasi profesional pendidik PAUD belum berkembang secara kokoh dan kuat. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut antara lain; a. Memberdayakan sumber daya manusia yang potensial yang ada di daerah setempat, b. Perlu ada penyenggaraan pendidikan dan latihan yang sesuai dengan kebutuhan pendidik PAUD, c. Pemerintah memfasilitasi para tenaga pendidik untuk dapat meningkatkan kualifikasinya melalui jenjang pendidikan S1 dalam program studi yang relevan, d. Pemerintah memberikan peluang dan mempermudah perizinan pembukaan program studi PG-PAUD pada LPTK, e. Perlu adanya penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berjenjang untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan tenaga pendidik PAUD dengan substansi dan bobot materi pelatihan yang dapat dipertanggungjawabkan, f. Perlu ada sosialisasi yang lebih luas dan intensif tentang organisasi profesi PAUD kepada para pendidik PAUD non formal, sehingga keberadaan organisasi ini dapat memberdayakan mereka secara optimal.
Pengembangan profesi tenaga pendidik PAUD non formal dapat dilakukan melalui jalur individual dan jalur kelembagaan. Pengembangan melalui jalur individual dapat dilakukan melalui: a. Belajar mencintai pekerjaan sebagai pendidik, b. Membaca majalah, jurnal, artikel, dan surat kabar yang relevan dengan PAUD, c. Belajar melalui bekerja d. Menonton film-film yang relevan dengan bidang e. Belajar bersama kawan, f. Belajar melalui penataran, seminar, lokakarya, dan pelatihan bidang PAUD. Masuk sebagai anggota organisasi profesi PAUD.
Pengembangan melalui jalur kelembagaan dapat dilakukan melalui upaya-upaya: a. Dibukanya kesempatan yang lebih terbuka dan lebih luas bagi LPTK untuk menyelenggarakan Program Studi PG-PAUD. LPTK yang telah menyelenggarakan program studi PG-PAUD hendaknya lebih mengintensifkan pelaksanaan proses pendidikan guru, c. Lebih mengintensifkan kerja sama antar lembaga pendidikan prajabatan/persiapan, lembaga pelatihan/penataran dan lembaga PAUD sebagai medan kerja pendidik PAUD, d. Mengaitkan penyelenggaraan pelatihan/penataran dengan peningkatan kualifikasi pendidikan, e. Lebih banyak melakukan penelitian yang berkaitan dengan profesi pendidik PAUD.
Pengembangan melalui jalur organisasi profesi dapat dilakukan mealui upaya-upaya: a. Secara bertahap menguatkan keanggotaan organisasi profesi pendidik PAUD non formal, b. Secara berangsur-angsur dan bijaksana, diusahakan agar kode etik guru mampu menjiwai kehidupan profesional guru, c. Organisasi profesi hendaknya lebih intensif untuk meningkatkan usaha memperkaya kegiatan forum-forum ilmiah yang membahas masalah-masalah profesional pendidikan anak usia dini dan upaya pemecahannya.

IV. Latihan

a. Anda mungkin pernah mengikuti kegiatan-kegitan pelatihan, penataran, seminar, atau lokakrya yang berkaitan dengan pendidikan anak usia dini. Coba anda kemukakan pengetahuan dan keterampilan apakah yang pernah anda ikuti. Manfaat apa yang anda peroleh dari kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan pengembangan profesi anda?


b. Dari beberapa jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh pendidik PAUD non formal sebagimana dikemukakan di atas, keterampilan yang manakah yang sudah anda kuasai? Coba anda kemukakan hal-hal apakah yang pernah anda lakukan berkaitan dengan keterampilan yang anda kuasai tersebut. Keterampilan apa saja yang paling anda belum kuasai? Apa upaya yang akan lakukan agar anda mengusai keterampilan tersebut?


V. Tes Formatif

1. Apakah yang dimaksud dengan profesi, kemukakan ciri-ciri profesi tersebut !

2. Status profesi pendidik dapat dilihat dari status akademik, status ekonomi, dan status organisasi. Jelaskan pengertian dari status profesi tersebut.

3. Kemukakan ciri-ciri pendidik anak usia dini yang profesional sebagaimana dikemukakan oleh Janice Beaty! Berikan contohnya!

4. Berikan masing-masing sebuah contoh seorang pendidik yang menampilkan kompetensi pedagogik, kompetensi kpribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial!

5. Kemukakan sebuah permasalahan profesi pendidik PAUD non formal. Bagimana upaya mengatasinya?

6. Pengembangan profesi pendidik PAUD non formal dapat dilakukan melalui jalur individual dan jalur kelembagaan. Coba anda jelaskan upaya yang dapat ditempuh untuk megembangkan profesi pendidik PAUD melalui dua jalur tersebut.


VI. Glosarium

Kode Etik: standar moral atau standar tingkah laku yang dikenakan kepada setiap anggota profesi
Pendidikan Anak Usia Dini: pendidikan yang dislenggarakan bagi anak usia 0-8 tahun
PGRI: Persatuan Guru-Guru Republik Indonesia
IGTKI: Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia
HIMPAUDI: Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan prajabatan: upaya mempersiapkan sumber daya manusia sebelum mereka terjun ke dunia kerja
Pendidikan dalam jabatan: upaya pembinaan yang diberikan kepada mereka yang sudah menekuni dunia kerja’ 30
Profesi: suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut
Profesional: penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya
Profesionalisasi: proses menjadikan seseorang sebagai profesional melalui pendidikan prajabatan dan atau dalam jabatan.
Profesionalisme: derajat penampilan atau kinerja seseorang sebagai profesional, penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi
World Confederation of Organization for Teaching Profession: Konfederasi Organisasi Profesi Guru Dunia

VII. Daftar Pustaka

Beaty, Janice. (1994). Skills for Preschool Teacher.
Konseptualisasi dan Pemetaan Tatanan Kebijakan serta Sistem dan Program Pendidikan Anak Dini Usia: Hasil Perumusan Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Dini Usia. (2003). Bandung Kerjasama DITJEN PLSP Depdiknas dengan Universitas Pendidikan Indonesia
Jalal, Fasli. (2003). Kebijakan Pembinaan Anak Usia Dini di Indonesia: Bahan Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Dini Usia: Bandung: Kerjasama DITJEN PLSP Depdiknas dengan Universitas Pendidikan Indonesia
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Solehuddin, M. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Supriadi, Dedi. (1998). Meningkatkan Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Tim Dosen Mata Kuliah Dasar-Dasar Kependidikan. (1987). Dasar- dasar Pengembangan Guru dan Profesinya dalam Dasar-dasar Kependidikan. Bandung: IKIP Bandung 31
Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI No. 20 TH. 2003). Jakarta: Sinar Grafika